Kisah-kisah Wali Songo yang selanjutnya menceritakan tentang kisah SUNAN AMPEL
1.       Asal usul SUNAN AMPEL

Tahukah anda dengan daerah Bukhara? Bukhara terletak di Samarqand. Sejak dahulu daerah Samarqand dikenal sebagai daerah Islam yang melahirkan ulama-ulama besar seperti Imam Bukhari yang mashur sebagai pewaris hadist shahih.
Disamarqand
 ini ada seorang ulama besar bernama Syekh Jamalluddin Jumadil Kubra, 
seorang Ahlussunnah bermazhab syafi’I, beliau mempunyai seorang putera 
bernama Ibrahim, dan karena berasal dari samarqand maka Ibrahim kemudian
 mendapatkan tambahan nama Samarqandi. Orang jawa sukar menyebutkan 
Samarqandi maka mereka hanya menyebutnya sebagai Syekh Ibrahim 
Asmarakandi.
Syekh
 Ibrahim Asmarakandi ini diperintah oleh ayahnya yaitu Syekh Jamalluddin
 Jumadil Kubra untuk berdakwah ke negara-negara Asia. Perintah inilah 
yang dilaksanakan dan kemudian beliau diambil menantu oleh Raja Cempa, 
dijodohkan dengan puteri Raja Cempa yang bernama Dewi Candrawulan.
Negeri
 Cempa ini menurut sebagian ahli sejarah terletak di Muangthai. Dari 
perkawinan dengan Dewi Candrawulan maka Syekh Ibrahim Asmarakandi 
mendapat dua orang putera yaitu Sayyid Ali Rahmatullah dan Sayyid Ali 
Murtadho. Sedangkan adik Dewi Candrawulan yang bernama Dewi Dwarawati 
diperisteri oleh Prabu Brawijaya Majapahit. Dengan demikian keduanya 
adalah keponakan Ratu Majapahit dan tergolong putera bangsawan atau 
pangeran kerajaan. Para pangeran atau bangsawan kerajaan pada waktu itu 
mendapat gelar Rahadian yang artinya Tuanku, dalam proses selanjutnya 
sebutan ini cukup dipersingkat dengan Raden.
Raja
 Majapahit sangat senang mendapat isteri dari negeri Cempa yang wajahnya
 dan kepribadiannya sangat memikat hati. Sehingga  isteri-osteri  yang 
lainnya diceraikan, banyak yang diberikan kepada para adipatinya yang 
tersebar di seluruh Nusantara. Salah satu contoh adalah isteri yang 
bernama Dewi Kian, seorang puteri Cina yang diberikan kepada Adipati 
Ario Damar di Palembang.
Ketika
 Dewi Kian diceraikan dan diberikan kepada Ario Damar saat itu sedang 
hamil tiga bulan. Ario Damar menggauli puteri Cina itu sampai si jabang 
bayi terlahir kedunia. Bayi yang lahir dari Dewi Kian itulah yang 
nantunya bernama Raden Hasan atau lebih dikenal dengan nama “ Raden 
Patah “,  salah satu seorang daru murid Sunan Ampel yang menjadi Raja di
 Demak Bintoro.
Kerajaan
 Majapahit sesudah ditinggal Mahapatih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk 
mengalami kemunduran Drastis. Kerajaan terpecah belah karena terjadinya 
perang saudara. Dan para adipati banyak yang tidak loyal dengan keturunan Prabu Hayam Wuruk yaitu Prabu Brawijaya Kertabumi.
Pajak
 dan upeti kerajaan tidak ada yang sampai ke istana Majapahit. Lebih 
sering dinikmati oleh para adipati itu sendiri. Hal ini membuat sang 
Prabu bersedih hati. Lebih-lebih lagi dengan adanya kebiasaan buruk kaum
 bangsawan dan para pangeran yang suka berpesta pra dan main judi serta 
mabuk-mabukan. Prabu Brawijaya sadar betul bila kebiasaan semacam ini 
diteruskan negara/kerjaan akan menjadi lemah dan jika kerajaan sudah 
kehilangan kekuasaan betapa mudahnya bagi musuh untuk menghancurkan 
Majapahit Raya.
Ratu
 Dwarawati, yaitu isteri Prabu Brawijaya mengetahui kerisauan hati 
suaminya. Dengan memberanikan diri dia mengajukan pendapat kepada 
suaminya. Saya mempunyai seorang keponakan yang ahli mendidik dalam hal 
mengatasi kemerosotan budi pekerti, kata Ratu Dwarawati.
Betulkah?
 Tanya sang Prabu . Ya, namanya Sayyid Ali Rahmatullah, putera dari 
kanda Dewi Candrawulan di negeri Cempa. Bila kanda berkenan saya akan 
meminta Ramanda Prabu di Cempa untuk mendatangkan Ali Rahmatullah ke 
Majapahit ini.
Tentu saja aku merasa senang bila Rama Prabu di Cempa Berkenan mengirimkan Sayyid Ali Rahmatullah ini kata Prabu Brawijaya.
2.       Ketanah Jawa
Maka
 pada suatu ketika diberangkatkanlah utusan dari Majapahit ke negeri 
Cempa untuk meminta Sayyid Ali Rahmatullah datang ke Majapahit. 
Kedatangan utusan tersebut disambut gembira oleh Raja Cempa, dan Raja 
Cempa bersedia mengirim cucunya ke Majapahit untuk meluaskan pengalaman.
Keberangkatan
 Sayyid Ali Rahmatullah  ke tanah Jawa tidak sendirian. Ia ditemani oleh
 ayah dan kakaknya. Sebagaimana disebutkan diatas, ayah Sayyid Ali 
Rahmatullah adalah Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi dan kakaknya 
bernama Sayyid Ali Murtadho. Diduga tidak langsung ke Majapahit, 
melainkan terlebih dahulu ke Tuban. Di Tuban tepatnya di desa 
Gesikharjo, Syekh Maulana Ibrahim Asmarakandi jatuh sakit dan meninggak 
dunia, beliau dimakamkan di desa tersebut yang masih termasuk kecamatan 
Palang Kabupaten Tuban.
Sayyid
 Murtadho kemudian meneruskan perjalanan, beliau berdakwah keliling 
daerah Nusa Tenggara, Madura dan sampai ke Bima. Disana beliau mendapat 
sebutan raja Pandita Bima, dan akhirnya berdakwah di Gresik mendapat 
sebutan Raden Santri, beliau wafat dan dimakamkan di Gresik, Sayyid Ali 
Rahmatullah meneruskan perjalanan ke Majapahit menghadap Prabu Brawijaya
 sesuai permintaan Ratu Dwarawati.
Kapal
 layar yang ditumpanginya mendarat dipelabuhan Canggu. Kedatangannya 
disambut dengan suka cita oleh Prabu Brawijaya. Ratu Dwarawati bibinya 
sendiri memeluknya erat-erat seolah-olah sedang memeluk kakak 
perempuannya yang di negeri Cempa. Karena wajah Sayyid Ali Rahmatullah 
memang sangat mirip dengan kakak perempuannya.
Nanda
 Rahmatullah, bersediakah engkau memberikan pelajaran atau mendidik kaum
 bangsawan dan rakyat Majapahit agar mempunyai budi pekerti mulia!! 
Tanya sang Prabu kepada Sayyid Ali Rahmatullah setelah beristirahat 
melepas lelah. Dengan sikapnya yang sopan santun tutur kata yang halus 
Sayyid Ali Rahmatullah menjawab. Dengan senang hati Gusti Prabu, saya 
akan berusaha sekuat-kuatnya untuk mencurahkan kemampuan saya mendidik 
mereka.
Bagus!
 Sahut sang Prabu. “Bila demikian kau akan kuberi hadiah sebidang tanah 
berikut bangunannya di Surabaya. Disanalah kau akan mendidik para 
bangsawan dan pangeran Majapahit agar berbudi pekerti mulia.”
“Terima
 kasih saya haturkan Gusti Prabu”, Jawab Sayyid Ali Rahmatullah. 
Disebutkan dalam literatur bahwa selanjutnya Sayyid Ali Rahmatullah 
menetap beberapa hari di istana Majapahit dan dijodohkan dengan salah 
satu puteri Majapahit yang bernama Dewi Candrowati atau Nyai Ageng 
Manila. Dengan demikian Sayyid Ali Rahmtullah adalah salah seorang 
Pangeran Majapahit, karena dia adalah menantu Raja Majapahit.
Semenjak
 Sayyid Ali Rahmatullah diambil menantu Raja Brawijaya maka beliau 
adalah anggota keluarga kerajaan Majapahit atau salah seorang pangeran, 
para pangeran pada jaman dahulu ditandai dengan nama depan Rahadian atau
 Raden yang berati Tuanku. Selanjutnya beliau lebih dikenal dengan 
sebutan Raden Rahmat.
3.       Ampeldenta
Selanjutnya,
 pada hari yang telah ditentukan berangkatlah rombongan Raden Rahmat ke 
sebuah daerah di Surabaya yang kemudian disebut dengan Ampeldenta.
Rombongan
 itu melalui desa Krian, Wonokromo terus memasuki Kembangkuning. Selama 
dalam perjalanan beliau juga berdakwah kepada penduduk setempat yang 
dilaluinya. Dakwah yang pertama kali dilakukannya cukup unik. Beliau 
membuat kerajinan berbentuk kipas yang terbuat dari akar tumbuh-tumbuhan
 tertentu dan anyaman rotan. Kipas-kipas ini dibagikan kepada penduduk 
setempat secara gratis. Para penduduk hanya cukup menukarkannya dengan 
kalimah syahadat.
Penduduk
 yang menerima kipas itu merasa sangat senang. Terlebih setelah mereka 
mengetahui kipas itu bukan sembarang kipas, akar yang dianyam bersama 
rotan itu ternyata berdaya penyembuh bagi mereka yang terkena penyakit 
batuk dan demam. Dengan cara itu semakin banyak orang yang berdatangan 
kepada Raden Rahmat. Pada saat demikianlah ia memperkenalkan keindahan 
agama Islam sesuai tingkat pemahaman mereka.
Cara
 itu terus dilakukan sehingga rombongan memasuki desa kembang kuning. 
Pada saat itu kawasan desa kembang kuning belum seluas sekarang ini. 
Disana sini masih banyak hutan dan digenangi air atau rawa-rawa. Dengan 
karomahnya Raden Rahmat bersama rombongan membuka hutan dan mendirikan 
tempat sembahyang sederhana atau langgar. Tempat sembahyang itu sekarang
 dirubah menjadi mesjid yang cukup besar dan bagus dinamakan sesuai 
dengan nama Raden Rahmat yaitu Mesjid Rahmat Kembang Kuning.
Ditempat
 itu pula Raden Rahmat bertemu dan berkenalan dengan dua tokoh 
masyarakat yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning. Kedua tokoh 
masyarakat itu bersama keluarganya masuk Islam dan menjadi pengikut 
Raden Rahmat.
Dengan
 adanya kedua tokoh masyarakat itu maka semakin mudah bagi Raden Rahmat 
untuk mengadakan pendekatan kepada masyarakat sekitarnya. Terutama 
kepada masyarakat yang masih memegang teguh adat kepercayaan lama. 
Beliau tidak langsung melarang mereka, melainkan memberikan pengertian 
sedikit demi sedikit tentang pentingnya ajaran ketauhidan. Jika mereka 
sudah mengenal tauhid atau keimanan kepada Tuhan Pencipta Alam, maka 
secara otomatis mereka akan meninggalkan sendiri kepecayaan lama yang 
bertentangan dengan ajaran Islam.
Setelah
 sampai ditempat tujuan, pertama kali yang dilakukannya adalah membangun
 mesjid sebagai pusat kegiatan ibadah. Ini meneladani apa yang dilakukan
 Nabi Muhammad SAW saat pertama kali sampai di Madinah.
Dan
 karena menetap di desa Ampeldenta, menjadi penguasa daerah tersebut 
maka kemudian beliau dikenal sebagai Sunan Ampel. Sunan berasal dari 
kata Susuhunan yang artinya yang dijunjung tinggi atau panutan 
masyarakat setempat. Ada juga yang mengatakan Sunan berasal dari kata 
Suhu Nan artinya Guru Besar atau orang yang berilmu tinggi.
Selanjutnya beliau mendirikan pesantren tempat mendidik putra bangsawan dan pangeran Majapahit serta siapa saja yang mau datang berguru kepada beliau.
4.       Ajarannya yang terkenal
Hasil didikan mereka yang terkenal adalah falsafah Moh Limo atau tidak mau melakukan lima hal tercela yaitu :
1.       Moh Main atau tidak mau berjudi
2.       Moh Ngombe atau tidak mau minum arak atau bermabuk-mabukan
3.       Moh Maling atau tidak mau mencuri
4.       Moh Madat atau tidak mau mengisap candu, ganja dan lain-lain.
5.       Moh Madon atau tidak mau berzinah/main perempuan yang bukan isterinya.
Prabu
 Brawijaya sangat senang atas hasil didikan Raden Rahmat. Raja 
menganggap agama Islam itu adalah ajaran budi pekerti yang mulia, maka 
ketika Raden Rahmat kemudian mengumumkan ajarannya adalah agama Islam 
maka Prabu Brawijaya tidak marah, hanya saja ketika dia diajak untuk 
memeluk agama Islam ia tidak mau. Ia ingin menjadi raja Budha yang 
terakhir di Majapahit.
Raden
 Rahmat diperbolehkan menyiarkan agama Islam di wilayah Surabaya bahkan 
diseluruh wilayah Majapahit, dengan catatan bahwa rakyat tidak boleh 
dipaksa, Raden Rahmat pun memberi penjelasan bahwa tidak ada paksaan 
dalam beragama.
5.       Sesepuh Wali Songo
Setelah
 Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat, maka Sunan Ampel diangkat sebagai 
sesepuh Wali Songo, sebagai Mufti atau pemimpin agama Islam se-Tanah 
Jawa. Beberapa murid dan putera Sunan Ampel sendiri menjadi anggota Wali
 Songo, mereka adalah Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan 
Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kota atau Raden Patah, Sunan Kudus dan 
Sunan Gunung Jati.
Raden
 Patah atau Sunan Kota memang pernah menjadi anggota Wali Songo 
menggantikan kedudukan salah seorang wali yang meninggal dunia. Dengan 
diangkatnya Sunan Ampel sebagai sesepuh maka para wali lain tunduk patuh
 kepada kata-katanya. Termasuk fatwa beliau dalam memutuskan peperangan 
dengan pihak Majapahit.
Para
 wali yang lebih muda menginginkan agar tahta Majapahit direbut dalam 
tempo secepat-cepatnya. Tetapi Sunan Ampel berpendapat bahwa masalah 
tahta Majapahit tidak perlu diserang secara langsung, karena kerajaan 
besar itu sesungguhnya sudah keropos dari dalam, tak usah diserang oleh 
Demak Bintoro sebenarnya Majapahit akan segera runtuh. Para wali yang 
lebih muda menganggap Sunan Ampel terlalu lamban dalam memberikan 
nasehat kepada Raden Patah.
“Mengapa
 Ramanda berpendapat demikian?” tanya Raden Patah yang juga adalah 
menantunya sendiri. “Krena aku tidak ingin di kemudian hari ada orang 
menuduh Raja Demak Bintoro yang masih putera Raja Majapahit Prabu 
Kertabumi telah berlaku durhaka, yaitu berani menyerang ayahandanya 
sendiri”. Jawab Sunan Ampel dengan tenang.
“Lalu apa yang harus saya lakukan?”
“Kau
 harus sabar menunggu sembari menyusun kekuatan”, ujar Sunan Ampel. “Tak
 lama lagi Majapahit akan runtuh dari dalam, diserang Adipati lain. Pada
 saat itulah kau berhak merebut hak warismu selaku putera Prabu 
Kertabumi”.
“Majapahit diserang adipati lain? Apakah saya tidak berkwajiban membelanya?”
“Inilah
 ketentuan Tuhan”,sahut Sunan Ampel. Waktu kejadiannya masih 
dirahasiakan. Aku sendiri tidak tahu persis kapankah persitiwa itu akan 
berlangsung. Yang jelas bukan kau adipati yang menyerang Majapahit itu. 
Sunan Ampel adalah penasehat Politik Demak Bintoro sekaligus merangkap 
Pemimpin Wali Songo atau Mufti Agama se-Tanah Jawa. Maka fatwa nya 
dipatuhi semua orang.
Kekhawatiran
 Sunan Ampel pun terbukti. Dikemudian hari ternyata orang-orang pembenci
 Islam memutar balikkan fakta sejarah, mereka menuliskan bahwa Majapahit
 jatuh diserang oleh kerajaan Demak Bintoro yang rajanya adalah putera 
raja Majaphit sendiri. Dengan demikian Raden Patah dianggap sebagai anak
 durhaka. Ini dapat anda lihat didalam serat darmo gandul maupun sejarah
 yang ditulis sarjana kristen pembenci Islam.
Raden
 Patah dan para wali lainnya akhirnya tunduk patuh pada fatwa Sunan 
Ampel. Tibalah saatnya Sunan Ampel Wafat pada tahun 1478 M. Sunan 
Kalijaga diangkat sebagai penasehat bagian politik Demak, Sunan Giri 
diangkat sebagai pengganti Sunan Ampel sebagai Mufti, pemimpin para wali
 dan pemimpn agama se-Tanah Jawa.setelah Sunan Giri diangkat sebagai 
Mufti sikapnya terhadap Majapahit sekarang berubah. Ia mneyetujui aliran
 tuban untuk memberi fatwa kepada Raden Patah agar menyerang Majapahit.
Mengapa Sunan Giri bersikap demikian?
Karena
 pada tahun 1478 kerjaan Majapahit diserang oleh Prabu Rana Wijaya atau 
Girindrawardhana dari kadipaten kediri atau keling. Dengan demikian 
sudah tepatlah jika Sunan Giri meneyetujui penyerangan Demak atas 
Majapahit. Sebab pewaris sah tahta kerajaan Majapahit adalah Raden Patah
 selaku putera Raja Majapahit yang terakhir.
Demak
 kemudian bersiap-siap menyusun kekuatan. Namun belum lagi serangan 
dilancarkan. Prabu Wijaya keburu tewas diserang oleh Prabu Udara pada 
tahun 1498.
Pada
 tahun 1512, Prabu Udara selaku Raja Majapahit merasa terancam 
kedudukannya karena melihat kedudukan Demak yang didukung Giri Kedaton 
semakin kuat dan mapan. Prabu udara kuatir jika terjadi peperangan akan 
menderita kekalahan, maka dia minta bekerjasama dan minta bantuan 
Portugis di Malaka. Padahal putera mahkota Demak yaitu Pati Unus pada 
tahun1511 telah menyerang Protugis.
Sejarah
 telah mencatat bahwa Prabu Udara telah mengirim utusan ke Malaka untu 
menemui Alfinso d’Albuquerque untuk menyerahkan hadiah berupa 20 genta 
(ggamelan), sepotong kain panjang bernama “Beirami” tenunan kambayat, 13
 batang lembing yang ujungnya berbesi dan sebagainya. Maka tidak salah 
jika pada tahun 1517 Demak menyerang Prabu Udara yang merampas tahta 
majapahit secara sah. Dengan demikian jatuhlah Majapahit ke tangan 
Demak. Seandainya Demak tidak segera menyerang Majapahit tentunya bangsa
 Portugis akan menjajah Tanah Jawa jauh lebih cepat daripada Bangsa 
Belanda. Setelah Majapahit jatuh pusaka kerajaan diboyong ke Demak 
Bintoro. Termasuk mahkota rajanya. Raden Patah diangkat sebagai raja 
Demak yang pertama.
Sunan
 Ampel juga turut membantu mendirikan Mesjid Agung Demak yang didirikan 
pada tahun 1477 M. Salah satu diantara empat tiang utama mesjid Demak 
hingga sekarang masih diberi nama sesuai dengan yang membuatnya yaitu 
Sunan Ampel.
Beliau
 pula yang pertama kali menciptakan huruf pegon atau tulisan arab 
berbunyi bahasa Jawa. Dengan huruf pegin ini beliau dapat menyampaikan 
ajaran-ajaran Islam kepada para muridnya. Hingga sekarang huruf pegon 
tetap diapaki sebagai bahan pelajaran agama Islam dikalangan pesantren.
6.       Penyelamat Aqidah
Sikap
 Sunan Ampel terhadap adat istiadat lama sangat hati-hati, hal ini 
didukung pleh Sunan Giri dan Sunan Drajad. Seperti yang pernah tersebut 
dalam permusyawaratan para wali di mesjid Agung Demak. Pada waktu itu 
Sunan Kalijaga Mengusulkan agar adat istiadat Jawa seperti selamatan, 
bersaji, kesenian wayang dan gamelan dimasuki rasa keislaman. Mendengar 
pendapat Sunan Kalijaga tersebut bertanyalah Sunan Ampel. “Apakah tidak 
mengkhawatirkan dikemudian hari bahwa adat istiadat dan upacara lama itu
 nanti dianggap sebagai ajaran yang berasal dari agama Islam, jika hal 
ini dibiarkan nantinya akan menjadi bid’ah?”
Dalam
 musyawarah itu Sunan Kudus menjawab pertanyaan Sunan Ampel, “Saya 
setuju dengan pendapat Sunan Kalijaga, bahwa adat istiadat lama yang 
masih bisa diarahkan kepada ajaran Tauhid kita akan memberinya warna 
Islami. Sedang adat dan kepercayaan lama yang jelas-jelas menjurus 
kearah kemusyrikan kita tinggal sama sekali. Sebagai misal, gamelan dan 
wayang kulit kita bisa memberinya warna Islam sesuai dengan selera 
masyarakat. Adapun tentang kekhawatiran kanjeng Sunan Ampel, saya 
mempunyai keyakinan bahwa dibelakang hari akan ada orang yang 
menyempurnakannya.
Adanya
 dua pendapat yang seakan bertentangan tersebut sebenarnya mengandung 
hikmah. Pendapat Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus ada benarnya yaitu agar 
agama Islam cepat diterima oleh orang jawa, dan hal ini terbukti, 
dikarekan dua wali tersebut pandai mengawinkan adat istiadat lama yang 
dapat ditolerir Islam maka penduduk jawa banyak yang berbondong-bondong 
masuk agama Islam.
Sebaliknya,
 adanya pendapat Sunan Ampel yang menginginkan Islam harus disiarkan 
dengan murni dan konsekuen juga mengandung hikmah kebenaran yang hakiki,
 sehingga membuat umat semakin berhati-hati menjalankan syariat agama 
secara benar dan bersih dari segala macam bid’ah. Inilah jasa Sunan 
Ampel yang sangat besar, dengan peringatan inilah beliau telah 
menyelamatkan aqidah umat agar tidak tergelincir kelembah kemusyrikan.
Sunan Ampel wafat pada tahun 1478 M, beliau dimakamkan di sebelah Barat Mesjid Ampel.
7.       Murid-murid Sunan Ampel
Sebagaimana
 disebutkan dimuka murid-murid Sunan Ampel itu banyak sekali, baik dari 
kalangan bangsawan dan para pangeran Majapahit maupun dari kalangan 
rakyat jelata. Bahkan beberapa anggota Wali Songo adalah murid-murid 
beliau sendiri.
Kali ini kita tampilkan kisah dua orang murid Sunan Ampel yang makamnya tak jauh dari lokasi Sunan Ampel dimakamkan yaitu :
Kisah Mbah Soleh
Mbah Soleh adalah salah satu dari sekian banyak murid Sunan Ampel yang mempunyai karomah atau keistimewaan luar biasa.
Adalah
 sebuah keajaiban yang tak ada duanya, ada seorang manusia dikubur 
hingga sembilan kali. Ini bukan cerita buatan melainkan ada buktinya. 
Disebelah timur mesjid Agung Sunan Ampel ada sembilan kuburan. Itu bukan
 kuburan sembilan orang tapi hanya kuburan satu orang yaitu murid Sunan 
Ampel yang bernama Mbah Soleh.
Kisahnya
 demikian, Mbah Soleh adalah seorang tukang sapu mesjid Ampel dimasa 
hidupnya Sunan Ampel. Apabila menyapu lantai sangatlah bersih sekali 
sehingga orang yang sujud di mesjid tanpa sajadah tidak merasa ada 
debunya.
Ketika
 Mbah Soleh wafat beliau dikubur didepan mesjid. Ternyata tidak ada 
santri yang sanggup mengerjakan pekerjaan Mbah Soleh yaitu menyapu 
lantai mesjid dengan bersih sekali. Maka sejak ditinggal Mbah Soleh 
mesjid itu lantainya menjadi kotor. Kemudian terucaplah kata-kata Sunan 
Ampel, bila Mbah Soleh masih hidup tentulah mesjid ini menjadi bersih.
Mendadak
 Mbah Soleh ada dipengimaman mesjid sedang menyapu lantai. Seluruh 
lantaipun sekarang menjadi bersih lagi. Orang-orang pada terheran 
melihat Mbah Soleh hidup lagi.
Beberapa
 bulan kemudian Mbah Soleh wafat lagi dan dikubur disamping kuburannya 
yang dulu. Mesjid menjadi kotor lagi, lalu terucaplah kata-kata Sunan 
Ampel seperti dulu. Mbah Soleh pun hidup lagi. Hal ini berlangsung 
beberapa kali sehingga kuburannya ada delapan. Pada saat kuburan Mbah 
Soleh ada delapan Sunan Ampel meninggalkan dunia. Beberapa bulan 
kemudian Mbah Soleh meninggal dunia sehingga kuburan Mbah Soleh ada 
sembilan. Kuburan yang terakhir berada di ujung sebelah timur.
Kisah Mbah Sonhaji
Mbah
 Sonhaji sering disebut Mbah Bolong. Apa pasalnya? Ini bukan gelar 
kosong atau sekedar olok-olokan. Beliau adalah salah seorang murid Sunan
 Ampel yang mempunyai karomah luar biasa.
Kisahnya
 demikian, pada waktu pembangunan mesjid Agung Ampel Mbah Sonhaji lah 
yang ditugasi mengatur tata letak pengimamannya. Mbah Sonhaji bekerja 
dengan tekun dan penuh perhitungan, jangan sampai letak pengimaman 
mesjid tidak menghadap arah kiblat. Tapi setelah pembangunan pengimaman 
itu jadi banyak  orang yang meragukan keakuratannya.
Apa betul letak pengimaman mesjid ini sudah menghadap ke kiblat? Demikian tanya orang meragukan pekerjaan Mbah Sonhaji.
Mbah
 Sonhaji tidak menjawab, melainkan melubangi dinding pengimaman sebelah 
barat lalu berkata, lihatlah kedalam lubang ini, kalian akan tahu apakah
 pengimaman ini sudah menghadap kiblat atau belum?.
Orang-orang
 itu segera melihat kedalam lubang yang dibuat oleh Mbah Sonhaji. 
Ternyata didalam lubang itu mereka dapat melihat Ka’bah yang berada di 
Mekah. Orang-orang ada melongo, terkejut, kagum dan akhirnya tak berani 
meremehkan Mbah Sonhaji lagi. Dan sejak itu mereka bersikap hormat 
kepada Mbah Sonhaji dan mereka memberinya julukan Mbah Bolong.
 
No comments:
Post a Comment